Tergoda Bantuan, Terjebak Hutang
Awalnya, program ini bagaikan oase di tengah gurun bagi para petani. Iming-iming bantuan dana dan panen berlimpah menjadi magnet yang tak tertahankan. Tak segan-segan, mereka menyerahkan jaminan tapak rumah, rumah, dan kebun untuk mengikuti program ini.
Namun, kenyataan berkata lain. Program ini gagal panen. Petani hanya sekali menanam di kawasan hutan lindung yang jauh dari tempat tinggal mereka, bukan di Kecamatan Tamiang Hulu seperti yang dijanjikan.
Mencari Keadilan, Menemukan Kebuntuan
Sejak awal tahun 2022, Lembaga Bantuan Hukum Aceh Tamiang (lembAHtari) mendampingi para petani dalam mencari solusi. Berbagai upaya telah dilakukan, dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRK Aceh Tamiang hingga melapor ke OJK RI Perwakilan Aceh.
Namun, hingga kini, harapan mereka masih terbentur di tembok tebal ketidakjelasan. Wakil rakyat yang diharapkan menjadi penolong, tak kunjung memberikan solusi konkret.
Di tengah kegelisahan, secercah harapan muncul dari langkah serius Polda Aceh yang menyelidiki kasus ini. LembAHtari dan para petani menaruh harapan besar agar penyelidikan ini tuntas dan oknum yang terlibat dihukum.
Kasus ini mengundang pertanyaan besar. Kenapa program ini diteruskan di masa pandemi dan di lokasi yang tidak sesuai? Apakah ada oknum yang bermain dalam program ini? Bagaimana nasib para petani dan jaminan mereka?
LembAHtari mendokumentasikan kondisi para petani dan rumahnya yang dijadikan jaminan. Dokumentasi ini menjadi bukti nyata penderitaan yang mereka alami akibat program yang gagal ini.
Kasus ini masih terus bergulir. Para petani menanti keadilan ditegakkan dan solusi yang adil bagi mereka. Di balik janji manis ubi kayu, terkubur pilu dan kegelisahan yang menanti jawaban.**(tz)